Mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya yang beranggotakan Nur Lailatul Mufidah dan Yazma Azizah Ul Akrimah memperkenalkan risetnya menciptakan Bio-Baterai yang memanfaatkan limbah buah belimbing dan ampas kelapa. Menurut mereka, Saat ini kebutuhan energi listrik meningkat karena semua interaksi yang dilakukan harus secara digital. Namun, sayangnya meningkatnya kebutuhan energi listrik tidak diimbangi dengan ketersediaanya. Dengan meningkatnya penggunaan barang elektronik dan minimnya pemerataan ketersediaan energi listrik maka diperlukan teknologi penyimpanan dan penghasil energi listrik. Salah satu metode penyimpanan yang banyak digunakan yakni baterai. Namun, pada baterai yang banyak digunakan mengandung logam berat seperti Pb, Cd, Ni, Co, Cr dan Li. Limbah logam berat yang terdapat di dalam baterai sulit terurai oleh mikroba dan sangat berbahaya, jika limbah baterai tidak ditanggulangi dengan tepat dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan baterai alami yang menggunakan bahan baku ramah lingkungan yang disebut Bio-Baterai.
Belimbing menjadi salah satu buah yang memiliki potensial menghasilkan energi listrik karena belimbing memiliki pH yang rendah. Kandungan mineral belimbing per 100 gram mengandung beberapa mineral seperti Ca, Fe, Mg, P, K, Na, Zn Cu, dan Mn.
“Awalnya saya dan Nur Lailatul melihat potensi panen buah belimbing di kota tempat tinggal kami sangat melimpah, sekitar 59 ton per tahun. Dari situ kami berpikir untuk mencoba berinovasi untuk menyalurkan potensi buah belimbing tadi dan alhamdulillah setelah studi literatur ternyata yang dapat dimanfaatkan adalah limbahnya yang memiliki ph rendah sehingga dapat menjadi alternatif energi Bio-Baterai yang ramah lingkungan”, papar Yazma.
Namun tekstur buah belimbing yang berair, dibutuhkan bahan lain untuk menjadikan tekstur sari dari buah menjadi pasta. Yazma mengatakan bahwa ampas kelapa sangat berpotensi untuk melakukan hal ini karena kemampuan emulsifying ampas kelapa lebih besar dibandingkan dengan tepung kaya serat yang lain.
Menurut Yazma, buah yang busuk karena adanya proses fermentasi akan menghasilkan asam yang berlebih sehingga nilai pH yang dihasilkan akan semakin rendah. Berdasarkan studi literatur, buah belimbing yang busuk bisa menghasilkan ph dibawah 5.2 dan mampu menghasilkan tegangan 0.876 volt dan kuat arus 0.890 mA.
Inovasi bio-baterai memiliki andil besar dalam pemanfaatan limbah pertanian. Jika dibandingkan dengan data bahwa 35% hingga 80% dalam setahun hama menyerang tanaman pada produk hortikultura, maka diperkirakan dalam setahun di Jawa Timur maksimal memiliki 47.000 ton belimbing busuk. Sebelumnya telah dilakukan penelitian dengan menggunakan buah yang memiliki pH senilai, menunjukkan bahwa 10 mg buah menghasilkan daya 0,3 watt.( 47.000 ton belimbing setara dengan 47.000.000.000. mg maka akan dihasilkan 1,41 × 109 watt).
Yazma berharap inovasi Bio-Baterai akan memiliki urgensi untuk perkembangan penyediaan energi yang bersih dan terjangkau. Dengan adanya Bio-Baterai maka penggunaan limbah pertanian dalam proses pembuatan energi dapat mengurangi jumlah sampah organik, selain itu dapat meningkatkan harga jual dari limbah. Jika teknologi pembuatan Bio-Baterai dapat dikembangkan maka kerugian petani belimbing ketika mengalami gagal panen dapat diminimaslisir dengan menggunakan belimbing yang busuk sebagai bahan baku pembuatan baterai (yogie).